Berhati-hatilah kepada ke-empat orang ini |
Yah memang proses pembatalan
puasa inilah sudah direncanakan dari awal. Dengan masih banyak penumpang
bus yang terlambat, sehingga bus yang kami tumpangi menunggu di sekitar danau Unhas. Pucuk dicinta ulampun tiba, ada sang kekasih
yang mengantar si pujaan hati menggunakan motornya tiba, sepertinya tuhan
menakdirkan kami untuk tidak puasa pada waktu itu, mungkin karena musafir. Dengan bersusah payah kami meminjam motor
sang kekasih untuk membeli cemilan cepuluh di pintu 1, tapi sangat disayangkan
sang sopir tiba-tiba berangkat akhirnya sang kekasih itu numpang di bus kami
ini sampai di gerbang pintu 1. Beruntung ada lagi yang datang terlambat sehingga teman kami yang
mengendarai motor bisa sampai ke tempat kami.
Cuaca di mobil ini sangat
berawan, sekitar 500 km jalan yang dilalui bus dengan medan yang meliuk-liuk
barulah kami tiba di tanah kelahiran Aroeng Palakka. Di kecamatan Awangpone
daerah penghasil Songkok to Bone. Turun
dari mobil semua peserta berkumpul di depan kantor kecamatan. Alangkah
terkejutnya kami dengan pemandangan ini, ternyata di kecamatan kami juga berawan
cenderung menuju mati lampu. Pupuslah sudah harapan kawan-kawan yang mendambakan
cuaca cerah selama di tempat ini.
“Teman-teman kumpul dulu teman-teman,” sahut sang komandan kecamatan ini yang akhirnya mendapat julukan “teman-teman” karena sering mengucapkan teman-teman ketika memanggil pemuda-pemudinya. Si sekretaris akhirnya membacakan nama-nama yang akan menempati posko dan akhirnya tiba pada posko “Mappalo Ulaweng” dipanggillah... Helky (bukan nama samaran) dari Fakultas Ekonomi, Syukur (bukan nama samaran) dari Fakultas Sospol, Lili dari Fakultas Mipa, Isna dari Fakultas Sastra, saya dari Fakultas Hukum, Siddiq dari Fakultas Teknik, dan Arni –belakangan baru diketahui ternyata juniorku di SMA- dari Fakultas Pertanian. Jika diperhatikan lebih seksama ternyata di kecamatan ini berkumpul orang yang kadaluarasa dalam KKN. Di posko ini saja hanya dua orang yang angkatan 2011 selebihnya angkatan 2010.
Kepala Desa memperkenalkan diri
kepada kami. Beliau lalu menyuruh kami untuk segera mengangkat barang-barang
kami ke mobil. Untuk segera menuju posko padahal Pak Camat dan beberapa Pak Desa
dan ada sebagian teman-teman yang masuk -tidak semua yang masuk karena kantor
camat tidak cukup- dalam penerimaan oleh Pak Camat. Dengan acuhnya kami
meninggalkan kantor kacamatan. –mungkin Pak Desa kami tau kalo itu Cuma
seremonial belaka.. entahlah-
Pak Desa kami ini bernama Hasyim
dengan gelar S.S kata Beliau juga lulusan Unhas Fakultas Sospol lebih tepatnya dan
perlu diingat Beliau tidak memiliki NIP. Jadi kepada kawan-kawan
yang belum KKN mohon jangan pernah menanyakan NIP Kepala Desa anda, tak ada kepala Desa seorang PNS, dan hanya PNS-lah yang punya NIP
sedangkan Kepala Desa hanya dipilih oleh warganya jadi bisa siapa saja.
Pak Desa kami, cenderung pendiam
dan sangat santai. Sudah kawin tentunya tapi Ibu Desa jarang di rumah karena
urusan bisnis. Terkadang beliau membebaskan apa saja yang ingin kami perbuat
selama di desa, tapi sampai kembali ke kehidupan kampus lagi kami tidak sempat
bertemu lagi dengannya karena keberangkatannya ke Malaysia..
Pemilihan Kepala Desa di tingkat Desa
juga sangat sengit, politik penghancuran nama juga dimainkan lawan, sampai
perang urat saraf bisa terjadi. Pemilihan kepala Desa pun hampir mirip
dinasti, setelah ayah kemudian turun lalu digantikan anak dibungkus dengan kesan demokratis. Menjelang Pemilihan Kades persaingan terjadi antara Pak Sekdes, Imam Desa, dan Pak Desa. Tak tahu bagaimana akhirnya karena kami sudah lebih dahulu meninggalkan lokasi.
Setelah melewati pematang sawah
dan bandara, -ururannya hanya untuk pesawat kecil saja dengan jadwal terbang
setiap selasa dan jumat.- barulah kami tiba di posko. Posko ini
berbentuk rumah batu. Kami segera istirahat dikarenakan perjalanan yang
panjang. Sore menjelang kami bangun dengan agak kaget karena sudah banyak orang
yang berada di posko kami dalam rangka buka puasa bersama. Saya kira ini pesta
penyambutan untuk kami ternyata cuma rombongan Safari Ramadhan dari pihak kecamatan
yang datang. Kebetulan waktunya pas dengan kedatangan kami.
Selepas itu rombongan ini menuju
masjid untuk Sholat Tarwih tentunya saya, Siddiq, Syukur juga ikut. Pada saat
itu kami belum akrab dengan teman perempuan kami jadi tidak tahu mereka ikut
atau tidak. Tibalah saat yang ditunggu-tunggu ketika pulang dari mesjid,
pemilihan Koordinator Desa dan perangkatnya.
CONVERSATION