KKN -Liburan 4 SKS- (Bagian 2)


Cerita sebelumnya..

Kami semua berkumpul di ruang tengah membicarakan hal tersebut. Ternyata dari pihak wanita sudah merancang strategi mereka, hal terbukti karena mereka sudah memilih Isna sebagai bendahara dan Lili –cenderung bahagia dan sedikit histeris bila melihat saya berpose layaknya wanita- yang menjadi sekretaris. Kalau tidak salah Isna berkata seperti ini “nah kan adami bendahara dan sekretarisnya, kalo kordesnya itu dari kalianmi” sambil memandang kearah kami.

Muncul ketegangan diantara kami bertiga, siapa yang akan dipilih sebagai Kordes, Bisa gawat kalau saya yang terpilih sebagai Kordes karena target awalku ke sini untuk bersantai dan menikmati hidup di posko. Sepertinya hanya ada dua kandidat terkuat, Syukur dengan pembawaannya yang cerewet dan Siddiq yang berlagak cool. Saya sendiri sedang asik mengutak-atik mainan yang ada di meja waktu itu. Hal ini merupakan salah satu strategi untuk menghindarkan diri menjadi Kordes. Jadi, kepada kawan-kawan yang tidak ingin menjadi Kordes agar usahakan menampilkan sikap biasa-biasa saja seakan tidak bisa diandalkan. Terbukti akhirnya Syukur yang menjadi Kordes kami karena penampilannya yang meyakinkan.

Selanjutnya perlu saya ingatkan kepada kawan-kawan yang belum KKN agar tidak terjebak pada penampilan. Hal ini juga terbukti pada saat sesi curhat di posko banyak yang mengkritik kinerja dari Kordes. kawan-kawan yang telah memilih si Syukur sebagai Kordes sepertinya agak kecewa karena ekspektasinya terlalu tinggi. Saya lalu bertanya ke Isna kenapa memilih Syukur, tentu saja tanya jawab ini berlangsung ketika Kordes sedang keluar.

karena kayak meyakinkanki  gitue” jawab Isna. Saya pun lanjut bertanya “trus kenapa nda ada pilihka waktu itu?” perempuan mendapat julukan mancung ini –karena memang hidungnya mancung- menjawab dengan nada agak tinggi “bagaimana mauko dipilih kalo main robot-robot jko”. Lalu Helky juga itu berkomentar “ka anak hukumki bela. Jadi kukira kayak anak geol-geolki. Kayak gaya-gaya korea.. rambuttta’ saja begitu, tambah lagi main robot-robot.. bagaimana mau dipilih” sayapun hanya tertawa mendengarnya.

Agenda selanjutnya tentu saja seminar desa, dengan bahan seadanya akhirnya kami bisa membuat spanduk yang akan digunakan pada saat seminar. Seminar ini pun juga berlangsung di rumah Kepala Desa karena kantor desa yang ada bangunannya sangat kecil sedangkan kantor desa yang baru masih dalam tahap pembangunan.
Para penghuni posko

Minggu pertama kami isi dengan kerja bakti, hal ini atas masukan dari warga agar memasukkan dalam proker kami. Tanpa ampun pelaksanaannya pun harus dalam suasana berpuasa. kerja bakti yang dipercepat ini juga atas masukan dari warga dusun karena bila memasuki musim panen warga agak sulit dikumpulkan lagi. Mengingat pada saat itu tanaman padi warga sudah mulai berisi.

Lokasi kerja bakti ini berada di dusun III dalam rangka perbaikan jalan yang rusak. Jadi kami tinggal mengangkat batu untuk ditumpuk pada jalan yang rusak. Yang sedikit lucu karena batu yang diambil ini merupakan batu yang berasal dari selokan yang dibuat oleh pihak bandara untuk mengalirkan air kemudian dibongkar lagi untuk diambil batunya saja. Setelah kerja bakti kami menuju gubuk di pematang sawah untuk beristirahat sekaligus melihat pesawat yang akan lepas landas karena berbatasan dengan pagar pembatas bandara.

Ujian berpuasa betul-betul kurasakan setelah pulang dari lokasi kerja bakti. Karena keterbatasan kendaraan dan ditambah dengan ledies-ledies yang tidak mau dibonceng oleh laki-laki dengan terpaksa kami harus merelakan mereka menggunakan motor duluan. Kami memutuskan berjalan kaki menuju posko dengan matahari yang tersenyum dengan cerianya, sayangnya tidak berbanding lurus dengan "cuaca" seluruh posko KKN di kecamatan ini. Beruntunglah sidiq, hari itu mendapat tumpangan dari Pak Sekdes. Disinilah penyesalan saya yang sok kuat untuk berjalan karena tidak tega meninggalkan sang Kordes jalan sendiri. Pengharapan agar Siddiq kembali menjemput dengan motor dan ditambah lagi motivasi dari Pak Sekdes yang mengatakan jaraknya sudah dekat, ternyata jauh dari harapan. Jaraknya pun tidak main-main 1,5 KM yang harus saya dan Syukur lalui dengan jalan kaki ditambah bonus tanjakan yang harus kami lewati terlebih dahulu untuk sampai di posko. Kami berdua ngambek kepada seisi posko. Jadi kepada teman-teman yang bertanya kepada warga desa mengenai jarak, simpanlah di kepala kalian jarak ± 500 meter lagi sebagai penambahnya. Kata "dekat" dari penduduk kampung sangat berbeda jauh dari penduduk kota pikirkan.

Bulan puasa membuat kami rajin menuju masjid untuk sholat Isya dan tarwih. Tapi yang sedikit mengganggu perasaan iyalah agenda yang berada diantara Isya dan tarwih. Ceramah tarwih, apalagi ketika protokol menyampaikan “karena hari ini penceramah tidak ada, mungkin ada dari jamaah bisa mengisinya”, Maka bersiap-siaplah. Kami bertiga tiba-tiba tertunduk dan tak berani mengarahkan pandangan ke depan melihat sang protokoler. Karena ketika matamu bertemu pandang dengan mata protokoler disitulah beban mengisi ceramah akan tertuju padamu.

CONVERSATION

Back
to top