Cerita sebelumnya..
Kami semua berkumpul di ruang
tengah membicarakan hal tersebut. Ternyata dari pihak wanita sudah merancang
strategi mereka, hal terbukti karena mereka sudah memilih Isna sebagai
bendahara dan Lili –cenderung bahagia dan sedikit histeris bila melihat saya
berpose layaknya wanita- yang menjadi sekretaris. Kalau tidak salah Isna
berkata seperti ini “nah kan adami bendahara dan sekretarisnya, kalo kordesnya
itu dari kalianmi” sambil memandang kearah kami.
Muncul ketegangan diantara kami
bertiga, siapa yang akan dipilih sebagai Kordes, Bisa gawat kalau saya yang
terpilih sebagai Kordes karena target awalku ke sini untuk bersantai dan menikmati hidup di posko. Sepertinya hanya ada dua kandidat
terkuat, Syukur dengan pembawaannya yang cerewet dan Siddiq yang berlagak cool. Saya sendiri sedang asik mengutak-atik mainan yang ada di meja
waktu itu. Hal ini merupakan salah satu strategi untuk menghindarkan diri
menjadi Kordes. Jadi, kepada kawan-kawan yang tidak ingin menjadi Kordes agar
usahakan menampilkan sikap biasa-biasa saja seakan tidak bisa diandalkan. Terbukti akhirnya Syukur
yang menjadi Kordes kami karena penampilannya yang meyakinkan.
Selanjutnya perlu saya ingatkan
kepada kawan-kawan yang belum KKN agar tidak terjebak pada penampilan. Hal ini
juga terbukti pada saat sesi curhat di posko banyak yang mengkritik kinerja dari
Kordes. kawan-kawan yang telah memilih si Syukur sebagai Kordes sepertinya agak
kecewa karena ekspektasinya terlalu tinggi. Saya lalu bertanya ke Isna kenapa
memilih Syukur, tentu saja tanya jawab ini berlangsung ketika Kordes sedang
keluar.
“karena kayak meyakinkanki gitue” jawab Isna. Saya pun lanjut bertanya
“trus kenapa nda ada pilihka waktu itu?” perempuan mendapat julukan mancung ini
–karena memang hidungnya mancung- menjawab dengan nada agak tinggi “bagaimana
mauko dipilih kalo main robot-robot jko”. Lalu Helky juga itu berkomentar “ka
anak hukumki bela. Jadi kukira kayak anak geol-geolki. Kayak gaya-gaya korea..
rambuttta’ saja begitu, tambah lagi main robot-robot.. bagaimana mau dipilih”
sayapun hanya tertawa mendengarnya.
Agenda selanjutnya tentu saja seminar desa, dengan bahan seadanya akhirnya kami bisa membuat spanduk yang akan digunakan pada saat seminar. Seminar ini pun juga berlangsung di rumah Kepala Desa karena kantor desa yang ada bangunannya sangat kecil sedangkan kantor desa yang baru masih dalam tahap pembangunan.
Para penghuni posko |
Minggu pertama kami isi dengan kerja bakti, hal ini atas masukan dari warga agar memasukkan dalam proker kami. Tanpa ampun pelaksanaannya pun harus dalam suasana berpuasa. kerja bakti yang dipercepat ini juga atas masukan dari warga dusun karena bila memasuki musim panen warga agak sulit dikumpulkan lagi. Mengingat pada saat itu tanaman padi warga sudah mulai berisi.
Lokasi kerja bakti ini berada di
dusun III dalam rangka perbaikan jalan yang rusak. Jadi kami tinggal mengangkat
batu untuk ditumpuk pada jalan yang rusak. Yang sedikit lucu karena batu yang
diambil ini merupakan batu yang berasal dari selokan yang dibuat oleh
pihak bandara untuk mengalirkan air kemudian dibongkar lagi untuk diambil
batunya saja. Setelah kerja bakti kami menuju gubuk di pematang sawah untuk
beristirahat sekaligus melihat pesawat yang akan lepas landas karena berbatasan
dengan pagar pembatas bandara.
Ujian berpuasa betul-betul
kurasakan setelah pulang dari lokasi kerja bakti. Karena keterbatasan kendaraan
dan ditambah dengan ledies-ledies
yang tidak mau dibonceng oleh laki-laki dengan terpaksa kami harus merelakan
mereka menggunakan motor duluan. Kami memutuskan berjalan kaki menuju
posko dengan matahari yang tersenyum dengan cerianya, sayangnya tidak berbanding
lurus dengan "cuaca" seluruh posko KKN di kecamatan ini. Beruntunglah sidiq, hari itu mendapat
tumpangan dari Pak Sekdes. Disinilah penyesalan saya yang sok kuat untuk
berjalan karena tidak tega meninggalkan sang Kordes jalan sendiri. Pengharapan agar Siddiq kembali menjemput dengan motor dan ditambah lagi
motivasi dari Pak Sekdes yang mengatakan jaraknya sudah dekat, ternyata jauh
dari harapan. Jaraknya pun tidak main-main 1,5 KM yang harus saya dan Syukur
lalui dengan jalan kaki ditambah bonus tanjakan yang harus kami lewati terlebih
dahulu untuk sampai di posko. Kami berdua ngambek kepada seisi posko. Jadi
kepada teman-teman yang bertanya kepada warga desa mengenai jarak, simpanlah di
kepala kalian jarak ± 500 meter lagi sebagai penambahnya. Kata "dekat" dari penduduk kampung sangat berbeda jauh dari penduduk kota pikirkan.
Bulan puasa membuat kami
rajin menuju masjid untuk sholat Isya dan tarwih. Tapi yang sedikit mengganggu
perasaan iyalah agenda yang berada diantara Isya dan tarwih. Ceramah
tarwih, apalagi ketika protokol menyampaikan “karena hari ini penceramah tidak
ada, mungkin ada dari jamaah bisa mengisinya”, Maka bersiap-siaplah. Kami
bertiga tiba-tiba tertunduk dan tak berani mengarahkan pandangan ke depan melihat sang protokoler. Karena ketika matamu bertemu pandang dengan
mata protokoler disitulah beban mengisi ceramah akan tertuju padamu.
CONVERSATION