Menurut cara terjadinya atau persiapan perkawinan
bentuk- bentuk perkawinan adat dibedakan menjadi:
- Perkawinan Pinang
Yaitu bentuk perkawinan dimana persiapan pelaksanaan
perkawinan dilaksanakan dengan cara meminang atau melamar. Pinangan pada
umumnya dari pihak pria kepada wanita untuk menjalin perkawinan.
- Perkawinan Lari Bersama
Yaitu perkawinan dimana calon suami dan istri
berdasarkan atas persetujuan kedua belah pihak untuk enghindarkan diri berbagai
keharusan sebagai akibat perkawinan mereka berdua lari kesuatu tempat untuk
melangsungkan perkawinan.
- Kawin Bawa Lari
Yaitu bentuk perkawinan dimana seorang laki- laki
melarikan seorang wanita secara paksa.
Berdasarkan atas
tata susunan kekerabatan perkawinan dibedakan menjadi 3 bentuk, yaitu:
1) Bentuk
perkawinan pada masyarakat Patrilineal dibedakan menjadi :
- Perkawinan Jujur
Suatu bentuk
perkawinan yang dilakukan dengan memberikan jujur. Oleh pihak laki- laki kepada
pihak perempuan, sebagai lambang diputuskannya kekeluargaan sang istri dengan
orang tua, kerabat, dan persekutuannya. Perkawinan yang dilakukan dengan
pembayaran “jujur” dari pihak pria kepada pihak wanita. Dengan diterimanya uang
atau barang jujur, maka berarti setelah perkawinan si wanita akan mengalihkan
kedudukannya menjadi keanggotaan kerabat suami. Wanita tersebut mengikatkan
diri pada perjanjian untuk ikut di pihak suami, baik pribadi maupun harta benda
yang dibawa akan tunduk pada hukum adat suami, kecuali ada ketentuan lain.
Setelah isteri ada di tangan suami, maka isteri dalam segala perbuatan hukumnya
harus berdasarkan persetujuan suami atau atas nama suami atau atas persetujuan
kerabat suami. Isteri tidak boleh bertindak sendiri oleh karena ia adalah
pembantu suami dalam mengatur kehidupan rumah tangga, baik dalam hubungan kekerabatan
maupun dalam hubungan kemasyarakatan.
- Perkawinan Mengabdi
Yaitu perkawinan
yang disebabkan karena pihak pria tidak dapat memenuhi syarat- syarat dari
pihak wanita.
Mak perkawinan
dilaksanakan dengan pembayaran perkawinan dihutang atau ditunda. Dengan
perkawinan mengabdi maka pihak pria tidak usah melunasi uang jujur. Pria
mengabdi pada kerabat mertuanya sampai utangnya lunas.
- Perkawinan Mengganti/ Levirat
Yaitu perkawinan
antara seorang janda engan saudara laki-laki almarhum suaminya.
Bentuk perkawinan
ini adalah sebagai akibat adanya anggapan bahwa seorang istri telah dibeli oleh
pihak suami dengan telah membayar uang jujur. Perkawinan mengganti di Batak
disebut “paraekhon”, di Palembang dan Bengkulu disebut dengan “ganti
tikar” dan di Jawa dikenal dengan “medun ranjang”.
- Perkawinan Meneruskan/ Sorotan
Yaitu bentuk
perkawinan seorang balu (duda) dengan saudara perempuan almarhum istrinya.
Perkawinan ini tanpa pembayaran yang jujur yang baru, karena istri kedua
dianggap meneruskan fungsi dari istri pertama.
Tujuan perkawinan
ini :
Terjalinnya
keutuhan keluarga (hubungan kekeluargaan) agar kehidupan anak-anak yang lahir
dari perkawinan yang lalu tetap terpelihara juga untuk menjaga keutuhan harga
kekayaan (harta perkawinan). Di Jawa disebut dengan perkawinan “Ngarang wulu”
- Perkawinan Bertukar
Bentuk perkawinan
dimana memperbolehkan sistem perkawinan timbal balik (symetris connubium).
Sehingga pembayaran
jujur yang terhutang secara timbal balik seakan-akan dikompensikan, pembayaran
jujuar bertimbal balik diperhitungkan satu dengan yang lain, sehingga keduanya
menjadi hapus.
Dalam masyarakat
Patrilineal dikenal perkawinan yang dilakukan “tanpa pembayaran perkawinan
(uang jujur)”
- Perkawinan Ambil Anak
Yaitu perkawinan
yang dilakukan tanpa pembayaran jujur, yaitu dengan menganggkat si suami
sebagai anak laki-laki mereka, sehingga si istri tetap menjadi anggota clan
semula. Si suami telah menjadi anak laki-laki dari ayah si istri, sehingga
anak-anak yang lahir kelak akan menarik garis keturunan ayahnya.
Alasan dilakukannya
perkawinan Ambil Anak karena dalam masyarakat Patrilineal tidak mempunyai anak
laki-laki, sehingga hubungan patrilinealnya akan punah.
Maka menantu
laki-laki diangkat sebagai anak, sebagai cucu-cucunya dapat meneruskan garis
kekeluargaannya yang dapat patrilineal.
Perkawinan ambil
anak dapat berbentuk :
- Perkawinan ambil anak :
Yaitu perkawinan
antara seorang pemuda dari luar persekutuan , dengan anak gadis seorang pejabat
si pemuda diadopsi menjadi anak angkat, agar menantu laki-laki yang telah
diadopsi dapat meneruskan kebesaran dan menerima warisan
Contoh :
Perkawinan Semedo
Tambil Anak ( di daerah Lampung ).
Dimana seorang
pejabat kebesaran adat hanya mempunyai anak perempuan dari bini baru (istri
tuanya) , maka untuk mempertahankan kebesarannya dalam kerabatnya yang
patrilineal, dilakukan perkawinan ambil anak.
- Perkawinan Tegak-Tegik
Yaitu perkawinan
antara anak perempuan dari clan yang bersistem patrilineal dengan kemenakan
laki-laki yang dijadikan anak angkat, agar menantu laki-laki yang dijadikan
anak angkat laki-laki itu, dapat menerima warisan yang kelak diteruskan kepada
cucunya.
- Perkawinan Jeng Mirul
Yaitu perkawinan
yang menyebabkan suami beralih menjadi anggota kerabat istri karena suami
dijadikan anak angkat. Sehingga suami menjadi wakil mutlak bagi anak-anak nya
untuk mengawasi harta peninggalan.
- Perkawinan meminjam Jago
Yaitu perkawinan
dimana suami tidak beralih kedalam clan si istri.Suami hanya ditoleransikan
sebagai penyambung keturunan. Suami berkedudukan sebagai orang menumpang, Anak
anaknya masuk clan ibu nya
2) Bentuk
perkawinan pada masyarakat Matrilineal
Yaitu sistem
perkawinan di mana diatur menurut tat tertib garis ibu, sehingga setelah
dilangsungkan perkawinan si istri tetap tinggal dalam clannnya yang matrilineal.
Perkawinan menganut
ketentuan eksogami, si suami tetap tinggal dalam clannya sendiri, diperkenankan
bergaul dengan kerabat istri sebagai “urung sumando” atau ipar.
Anak-anak yang akan
dilahirkan termasukdalam clan ibunya yang matrilineal.
- Perkawinan semanda
Perkawinan semanda adalah bentuk perkawinan tanpa
pembayaran jujur dari pihak pria kepada pihak wanita. Setelah perkawinan si
pria harus menetap di pihak kekerabatan isteri atau bertanggungjawab meneruskan
keturunan wanita di pihak isteri. Adakalanya walaupun tidak ada pembayaran
jujur, namun pihak pria harus memenuhi permintaan uang atau barang dari pihak
wanita.
Perkawinan semanda
dalam arti sebenarnya ialah perkawinan di mana suami setelah perkawinan menetap
dan berkedudukan dipihak isteri dan melepaskan hak dan kedudukannya di pihak
kerabatnya sendiri. Di Minangkabau pihak wanita yang meminang pria harus
memberikan uang atau barang “panjapui” yang jumlahnya menurut tingkat kedudukan
dari si pria. Kadang jumlahnya cukup tinggi dikarenakan kedudukan pria lebih
tinggi dari wanita.
3) Bentuk
perkawinan pada masyarakat Parental
Yaitu bentuk
perkawinan yang mengakiatkan bahwa pihak suami maupun pihak istri, masing-
masing menjadi anggota kerabat dari kedua belah pihak. Demikian juga anak-
anaknya yang lahir kelak dan seterusnya
Sistem Perkawinan
1. Sistem endogami
Orang hanya
diperbolehkan kawin dengan orang dari suku keluarganya sendiri, seperti di
Toraja, namun lambat laun akan hilang karena hubungan daerah satu dengan daerah
lain kini makin mudah, selain itu di Toraja susunan keluarganya adalah
parental.
2. Sistem exogami
Orang diharuskan
kawin dengan orang di luar suku keluarganya, seperti di Gayo, Alas, Tapanuli,
Minangkabau, Sumatera Selatan.
3. Sistem
eleutherogami.
Sistem ini tidak
mengenal larangan seperti endogami dan exogami. Larangan yang terdapat dalam
sistem ini adalah bertalian dengan ikatan kekeluargaan, yaitu karena:
- Nasab (turunan yang dekat) = seperti kawin dengan ibu, nenek, anak kandung, cucu, juga dengan saudara kandung, saudaranya bapak atau saudaranya ibu.
- Musyaharah (per-iparan) = seperti kawin dengan ibu tiri, menantu,mertua, atau anak tiri.
Jenis perkawinan
lainnya seperti :
- Perkawinan Mentas
Bentuk perkawinan dimana kedudukan suami isteri
dilepaskan dari tanggung jawab orang tua keluarga kedua pihak, untuk dapat
berdiri sendiri membangun keluarga rumah yang bahagia dan kekal. Orang tua /
keluarga dalam perkawinan mentas ini hanya bersifat membantu, memberikan bekal
hidup dengan pemberian harta kekayaan secara pewarisan berupa rumah atau tanah
pertanian sebagai barang bawaan kedalam perkawinan mereka. Dalam pelaksanaan
perkawinan mentas yang penting adalah adanya persetujuan ke dua orang tua atau
wali dari pria dan wanita bersangkutan, begitu pula adanya persetujuan antara
pria dan wanita yang akan melakukan perkawinan itu. Didalam persetujuan
perkawinan tidak ada sangkut paut masalah hubungan kekerabatan, bahkan jika
perlu cukup dengan hubungan ketetanggan. Dalam perkawinan mentas yang lebih
menentukan adalah harta kekayaan atau
kebendaan.
- Perkawinan Anak – Anak
Di beberapa lingkungan masyarakat adat,
tidak saja pertunangan yang dapat berlaku sejak masa bayi, tetapi dapat juga
perkawinan antara pria dan wanita yang masih belum dewasa, atau antara pria
yang sudah dewasa dengan wanita yang masih anak-anak, atau sebaliknya. Di Bali,
perkawinan anak-anak merupakan perbuatan terlarang, namun di banyak daerah
merupakan perbuatan yang tidak dilarang. Misalnya di Pasundan, berlaku
perkawinan anak-anak dimana gadis yang masih anak-anak dikawinkan dengan pemuda
yang sudah dewasa. Setelah perkawinan si suami menetap di tempat isteri sebagai
tenaga kerja tanpa upah, bekerja untuk kepentingan keluarga isteri sambil
menunggu waktu isteri dewasa dan dapat bercampur sebagai suami isteri.
Perkawinan yang ditangguhkan masa campur suami isteri disebut “kawin gantung.”
*.Disadur dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.