Cerita sebelumnya..
Banyak persiapan yang harus dilakukan diantaranya; membungkus hadiah, membuat spanduk, dan membuat piagam penghargaan. Entah darimana kabar angin berasal sampai-sampai sertifikat lomba kecamatan harus saya juga yang buatkan nantinya. Setelah Desain jadi saya dan Siddiq harus memprintnya di posko kecamatan yang lumayan jauh dari posko kami karena harus ditanda tangani oleh Korcam. Menjelang magrib kami meninggalkan posko kecamatan, kami singgah di mesjid hanya untuk sholat magrib. Disebabkan Siddiq yang menggunakan baju timnas KKN, akhirnya kami dikenali oleh jamaah dan diajaklah kami untuk berbuka puasa lagi sebelum pergi. Padahal sebelumnya kami sudah berbuka di posko kecamatan.
Selanjutnya...
Melihat kekosongan penceramah ini diadakanlah rapat posko luar biasa. Diputuskan
kalau kami bertiga yang harus mengisi ceramah. Bermodal internet dan
buku-buku islami dari Lili, akhirnya Siddiq yang mengisi cerama pertama
kali di dusun I sekaligus perkenalan dengan warga dan Pak dusun. Malam
selanjutnya giliran saya yang mengisi ceramah agama di dusun III. Setiap dusun di
Desa yang kami tempati memiliki mushallah atau mesjid dikarenakan jarak antar
dusun yang jauh. Entah saya lagi sial atau masyarakat di sana yang beruntung,
mesjid itu sedang didatangi Imam Desa. Harga diripun dipertaruhkan, ketika
mengisi ceramah sedang sang Imam berada di depan. Dengan susah payah dan
terbata-bata karena seluruh ingatan seperti berserakan dan menunggu dipungut
ulang, akhirnya ceramahnya saya akhiri. Hingga hari terakhir ramadhan Syukur
tidak pernah mengisi ceramah dengan alasan yang beragam.
Menjelang akhir ramadhan ada satu
proker lagi yang mesti diselesaikan, pelaksanaan Gema Ramadhan. Diawali dengan
penunjukan ketua panitia yang dikemas dengan demokratis tapi lagi-lagi
sepertinya sudah disetting terlebih dahulu oleh pihak ledies, akhirnya saya yang terpilih sebagai ketua panitianya karena
mereka -4 orang- yang memilih saya sedangkan kami lelaki -3 orang- walaupun
menyatukan suara memilih salah satu dari mereka, sudah pasti kalah.
Banyak persiapan yang harus dilakukan diantaranya; membungkus hadiah, membuat spanduk, dan membuat piagam penghargaan. Entah darimana kabar angin berasal sampai-sampai sertifikat lomba kecamatan harus saya juga yang buatkan nantinya. Setelah Desain jadi saya dan Siddiq harus memprintnya di posko kecamatan yang lumayan jauh dari posko kami karena harus ditanda tangani oleh Korcam. Menjelang magrib kami meninggalkan posko kecamatan, kami singgah di mesjid hanya untuk sholat magrib. Disebabkan Siddiq yang menggunakan baju timnas KKN, akhirnya kami dikenali oleh jamaah dan diajaklah kami untuk berbuka puasa lagi sebelum pergi. Padahal sebelumnya kami sudah berbuka di posko kecamatan.
Kegiatan yang dinantipun tiba,
setelah acara dibuka oleh Imam Desa acara dilanjutkan dengan perkenalan. Pada
saat itulah kami menemukan bakat tersembunyi pada seorang anak, ucu’ begitulah
seisi desa sering memanggilnya. Dialah satu-satunya anak yang mengucapkan
“halo” pada Makassar disaat semua kawan-kawan sebayanya hanya mengucapkan "halo" pada perkenalan nama kami. Dia juga pimpinan genk “Berandal-Berandal Ciliwung”, sering mengeluarkan istilah “penculas” bila kalah dalam bermain kartu. Kegiatan Gema Ramadhan ini berlangsung selama dua hari yang ditutup dengan buka puasa
bersama. Sayang, Siddiq telah meninggalkan posko pada hari kedua mungkin takut bila
tidak mendapatkan kapal untuk ber-Idulfitri di kampung halaman. Sangat
disayangkan.
Muh. Yusuf alias Ucu' (nama sebenarnya) pemimpin genk "Brandal-brandal Ciliwung" |
Siddiq, dialah pengguna motor mio
yang harus distandar dua terlebih dahulu sebelum dinyalakan. Perawakannya agak
hitam tapi lucu sedikit mengarah ke langkah, mahasiswa angkatan 2010 Fakultas Teknik lebih tepatnya Jurusan Teknik Perkapalan. Dia berasal dari Sulawasi Tenggara dan juga mempengaruhi orang-orang posko untuk memakai
logat Papua. Akrab dengan penggunaan panggilan “jones” dan “mama yakomena”,
sayang sekali mengakhiri kisahnya di posko KKN dengan buruk karena "salahpicca" mencukur kikis rambutnya agar lebih rapi tapi entah mengapa malah terlihat lebih mirip Tukul Arwana. Nasib sial ini sebenarnya mulai terbaca sejak kehilangan
sendal ditiap minggunya. Meskipun begitu anak inilah yang selalu menemaniku menyanyikan Mars
Unhas kapanpun dan dimanapun ketika mengendarai motor.
Kehidupan di posko sebenarnya
biasa-biasa saja. Mengawali pagi dengan menyapu bagi laki-laki dan memasak bagi
perempuan. Soal cuci piring, tergantung keadaan yang pasti semua sudah mendapat
giliran. Kalau tidak ada kerjaan paling sering bermain uno, domino, atau kartu.
Posko kami lumayan ramai didatangi anak-anak karena teman-teman yang membuat
bimbingan belajar bagi anak-anak. Tapi kami paling senang bila Akbar datang ke
posko kami karena masih kecil dan lucu. Akbar ini anak dari Pak Sekdes,
rumahnya juga dekat dengan posko jadi dia sering berkunjung ke posko ditemani
sang kakak tentunya. Sore harinya, bermain takraw dengan lapangan hasil buatan
sendiri, atau bermain bola di lapangan samping bandara bersama pemuda-pemuda desa.
Belum lagi kalau malam tiba maka
posko akan semakin ramai karena sebelum kami berada disanapun rumah Pak Desa
sudah seperti markas bagi pemuda-pemuda. Berhubung anak Pak Desa yang ada di posko
semuanya laki-laki. Anak Pak Desa yang paling tua bernama Fikar sudah kuliah
semester awal di kota Bone. Yang kedua bernama Ari, masih SMP dan
paling malas ke sekolah dengan alasan yang terlalu sering “terlambat bangun”.
Mungkin bila dihitung dalam seminggu cuma tiga hari dia ke sekolah. Awalnya kami kira dia pendiam tapi ternyata cerewet
juga.
Selanjutnya...
CONVERSATION