Pengakuan terhadap pemerintahan baru berarti
suatu sikap, pernyataan atau kebijakan untuk menerima suatu pemerintah sebagai
wakil yang sah dari suatu negara dan pihak yang mengakui siap melakukan hubungan
internasional dengannya.
Terhadap permasalahan apakah pengakuan
merupakan syarat mutlak yang harus diperoleh oleh pemerintah baru, beberapa
teori mencoba untuk menjelaskannya.
1.
Teori Legitimasi (Oppenheim-Lauterpacht)
Menurut teori ini pengakuan hanya suatu
formalitas dalam hubungan internasional. Dengan demikian, tidak memiliki
kekuatan konstitutif. Namun demikian. Di dalam praktik teori ini tidak bias
diterapkan dengan mudah ketika pergantian yang terjadi secara inkostitusional.
Ketika hal ini terjadi pemerintah yang baru sering mengalami kesulitan ketika
negara-negara lain menolak untuk mengakui eksistensinya.
2.
Teori Defactoism (Thomas
Jefferson)
Thomas Jefferson mencoba untuk memberikan
penilaian objektif criteria yang lahir secara inkostitusional untuk layk
diakui. Parameter tersebut adalah:
a.
Menguasai secara efektif
organ-organ pemerintahan yang ada
b.
Menadapat dukungan dari rakyat
Ketika syarat di atas belum terpenuhi maka
sebaiknya pemerintah baru tersebut diakui secara de facto untuk kemudian ditingkatkan menjadi pengakuan de jure ketika menurut keyakinan pihak
yang akan mengakui syarat-syarat yang ditentukan terpenuhi.
3.
Teori Legitimasi Konstitutif
(Tobar)
Menurut Tobar ketika terjadi pergantian
pemerintah secara inkonstitusional sebaiknya pengakuan diberikan setelah
pemerintah baru mendapat legitimasi konstitusional dalam Hukum Nasional Negara
setempat.
4.
Teori Stimson
Menurut stimson pengakuan tidak perlu
diberikan terhadap pemerintah baru yang lahir dari kudeta. Teori ini di satu
sisi memang bermaksud untuk mencegah terjadinya kudeta di suatu negara karena
akan menimbulkan instabilitas. Namun demikian, bila pintu pengakuan tertutup
bagi pemerintah baru yang lahir dari kudeta maka dapat menimbulkan
ketidakadilan pula mengingat adakalanya pemerintah yang berkuasa adalah
pemerintah yang otoriter.
5.
Teori Estrada (Non Recognition Doctrine)
Menurut Estrada, keberadaan lembaga
pengakuan lebih banyak mendatangkan mudarat daripada manfaat. Mengakui atau
menolak mengakui pemerintahan baru suatu negara sama dengan intervensi terhadap
urusan negara yang bersangkutan. Untuk itu Estrada menyerukan untuk
menghapuskan lembaga pengakuan.
Mengakui
atau menolak menolak mengakui keberadaan pemerintahan baru yang lahir secara
inkonstitusional dalam doktrin pengakuan terhadap pemerintahan baru yang
dikenal dalam kepustakaan hukum internasional dianggap sama saja dengan
mencampuri urusan dalam negeri negara lain dan itu melanggar hukum
internasional dengan prinsip non intervensinya.
Meskipun
pengakuan yang diberikan oleh negara lain sepenuhnya berdasakan pertimbangan
politik, namun penolakan pengakuan terhadap kehadiran suatu pemerintahan baru
dalam praktik negara-negara dapat menimbulkan akibat-akibat hukum berikut:
- Pemerintah yang tidak diakui tidak dapat menagjukan tuntutan di wilayah negara yang tidak mengakuinya.
- Pemerintah yang tidak diakui tidak dapat menuntut pencairan asset-aset negaranya yang ada di wilayah yang tidak mengakui
- Perjanjian yang dibuat pemerintahan baru dengan negara yang tidak mau mengakui tidak dapat dilaksanakan.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.