Menyorot Penjahat Bermotor



Berita Penjahat bermotor di Makassar yang intensitasnya meningkat diakhir tahun 2014. Bahkan mengebohkan linimasa dengan munculnya hastag #Savemakassar atau #makassartidakaman ditambah berita yang dibesar-besarkan. Ketakutan-ketakutan baru menjadi terreproduksi. Alhasil jalan menjadi lengang pada malam hari karena takut jadi korban selanjutnya. Sebenarnya diawal munculnya Penjahat bermotor ini tidak menyerang warga sipil tetapi hanya menyerang dan menggasak isi mini market bagai menyerang simbol-simbol kapital. Fenomena keliaran remaja ini bukan tanpa sebab hal ini bisa dilihat pada ruang-ruang masyarakat khususnya remaja ini bergaul dan bersosialisasi menjadi terprivatisasi yang diperparah kondisi lapangan untuk sekedar bermain maupun berolahragapun menjadi berkurang diakibatkan lajunya pembangunan. Bermunculanlah lapangan-lapangan futsal yang untuk memakainya membutuhkan biaya yang tidak murah. Alhasil jalananlah yang menjadi pelampiasan untuk bermain dengan resiko bahaya yang tinggi. 
Ilustrasi Geng Motor


Remaja-remaja yang menjadi penjahat bermotor ini sebenarnya menjadi teralienasi dari tempatnya sehingga menyebabkan keluar ke tempat yang disukai. Sayangnya pemimpin-pemimpin kita malah sibuk mengurus diri sendiri. Contohnya saja dengan saling memamerkan koleksi batu-batuan miliknya. Sistem ekonomi kita yang menyembah pada kapitalis memperparahnya. Daerah-daerah hanya memburuh PDB yang besar sehingga dibangunlah pusat-pusat perbelanjaan hingga perekonomian kecilpun disingkirkan atas nama keindahan.

Masalah penjahat bermotor ini pun dibuat sepolitis mungkin terbukti dengan munculnya wacana jam malam. Bahkan respon kepolisian yang lambat dalam mengidentifikasi pelaku patut dicurigai. Bagaimana tidak, pada kasus teroris yang berada digunung  bisa diketahui dengan mudahnya sedangkan untuk hal ini membutuhkan waktu lama. Pemerintah kota juga tidak kalah, memasang CCTV untuk mengawasi para kriminal yang akhirnya dianggap wajar-wajar saja. Padahal mereka sedang mempraktekkan  panoptic power.  

Menurut Michael faucault, bahwa tubuh manusia adalah gambaran dari panoptic power yakni kuasa yang menyebabkan manusia harus diawasi, diamati, dicurigai, dan dikendalikan dari sudut mana saja dan dari dimensi apa saja. Lalu manusia kehilangan kebebasan. Kehilangan otentitas kehilangan ruang pribadinya. Bahkan CCTV juga sudah dipasang didalam kelas-kelas di sekolah. Seakan siswa-siswa ini adalah calon-calon kriminal yang tidak ada bedanya dengan kriminal yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.

Dari segi hukum, sebenarnya Anak yang diduga melakukan tindak pidana bisa diproses, menurut Pasal 1 Ayat (3) Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, adalah anak yang telah berumur 12 (Dua Belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (Delapan Belas) Tahun. Jika Tindak pidana yang diduga dilakukan oleh geng motor itu adalah pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP), pengerusakan barang (Pasal 170 ayat (2)), penganiyaan mengakibatkan kematian (Pasal 351 ayat (3) KUHP), dan pembunuhan (Pasal 338,339 dan 340 KUHP) maka tidak wajib dilakukan diversi karena ancaman pidana pada pasal tersebut lebih dari 7 tahun. Dan jika anak anggota geng motor itu kembali melakukan perbuatan pidana juga tidak wajib dilakukan diversi sehingga ia akan menjalani proses peradilan pidana sesuai dengan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana menurut Pasal 1 ayat (7) UU Sistem peradilan Pidana Anak. konsep diversi tersebut kemudian dijalankan dengan metode keadilan restoratif (Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Pasal 1 ayat (6) UU sistem Peradilan Pidana Anak). Pada tahap penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan wajib mengupayakan diversi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU sistem Peradilan Pidana Anak. Meskipun aturan yang mengatur tentang sanksi, khususnya yang menyangkut peran hakim pada Pasal 96,100, dan 101 UU Sistem Peradilan pidana Anak oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 110/PUU-X/2012 dianggap bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, Diversi tetap diupayakan untuk dilakukan pada tingkat pemeriksaan perkara di pengadilan, dan tetap wajib dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum.

Oleh karena dalam pasal-pasal yang ada dijumpai kata "wajib" yang mengindikasikan norma perintah maka pembatasannya berupa dispensasi. Nah, dispensasi terhadap kewajiban melakukan diversi itu dapat kita lihat pada Pasal 7 ayat (2) UU Sistem Peradilan Pidana Anak sebebagai berikut :
"Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana. "



-------------------
Dasar Hukum:
Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Undang-undang No. 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Putusan Pengadilan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110/PUU-X/2012
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-VIII/2010

Sumber Lain:
Program Paraikatte TVRI 
Koran Tempo Makassar tanggal 24 februari 2015 hal. a15
www.facebook.com/muchtadin.alattas/posts/921508174540692

CONVERSATION

Back
to top