Sedikit cerita dari pendakian itu...
Naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali
kiri kanan kulihat banyak pohon cemara....
Sepertinya memang terkesan menyenangkan
rasanya mendaki gunung bila mendengar kutipan lagu ini. Namun kali ini berbeda,
pendakian kali ini dengan jumlah pendaki yang dua kali lipat dari biasanya,
dengan sifat yang berbeda dan "maaf" berat badan yang berbeda pula.
Ada yang bilang bila ingin melihat
kedirian seseorang buatlah dia mabuk. Tapi ada satu cara yang tidak menumbulkan dosa bagi
siapapun. Cukup membawanya ke gunung. Di tengah perjalan dia akan menampakkannya.
Beragam macam karakter yang muncul dalam
perjalanan kali ini. Ada yang sering kali tak mau di pimpin ada pula yang mau
mendengarkan petunjuk sang leader. Ada yang sesak napas karena medan yang
memang menanjak. Yah hampir semua mengalaminya tapi lain halnya bila tidak ada
persiapan, lari dan semacamnya. Seakan membawa diri di medan perang tanpa peluru.
Hanya bermodalkan nekad dan coba-coba. Hasilnya yah bisa dilihat dari hanya
mengandalkan semangat yang tidak ada salahnya diperlukan tapi mungkin demi
gengsi ataupun takut tertinggal mungkin alasan sebagian dari mereka melangkah.
Sang leader pun tak henti-hentinya
berbohong dalam perjalanan. Entalah apa maksud dari perkataan manis yang
dikeluarkannya seakan ingin mengurangi beban yang dipikirkan pengikutnya itu. Tapi, ada seseorang yang cukup mengagumkan. Dengan tubuhnya yang bisa
dibilang nekat untuk mendaki dia bisa sampai pada puncaknya dengan interval
istirahat yang cukup sering tentunya mengingat tubuhnya.
Ada hal yang unik dari perjalanan kali ini
seperti rombongan sirkus yang coba mendaki dengan seorang sosok yang cukup unik
menjadi badutnya ditambah iringan tim pendukung yang setia mengikuti guyonan
sang badut setiap kejadian ataupun kerjaan konyol yang dibuatnya. Bisa dibilang
humor inilah yang membuat perjalanan menjadi ringan sehingga membuat perjalanan
tidak terasa
Ujian terjadi ketika tenda telah berdiri
dan bahan telah dipersiapkan oleh sang koki untuk memasak hidangannya. Tapi ada
benda yang terlupakan yakni "sendok" ternyata benda seperti ini yang sering menemani
makan kita sampai terlupakan atau kita memang lebih terbiasa menggunakan tangan. Entahlah. Sejenak kembali mengingat kejadian diperjalanan bahkan
benda yang selalu menemani salah satu diantara kami dalam beraktivitas yang
bahkan lebih setia dari pacar tak terperhatikan olehnya. Hujanpun datang dengan
derasnya seakan pepohonan merindukannya kedatangannya. Dalam sekejap tempat
yang kering menjadi basah dan air mengalir tidak ada hentinya. Seakan menumpuk
sederatan kesialan yang menimpa.
Terima kasih kepada orang-orang yang
meluangkan waktunya basah-basahan membuat parit agar air tidak membasahi bawah
tenda. Setelah hujan dinginpun menyelimuti sepanjang malam itu bagaikan duri
yang menusuk tiap kulit yang tidak tertutupi. Semua orang tidur dalam
kepompongnya bagaikan ulat bulu yang menunggu matahari membantunya menjadi
kupu-kupu.
Seberkas sinar penghangat mulai menampakkan
diri member tahu para pendaki untuk segera ke puncak melihatnya terbit.
Bagaikan penonton yang setia menggu artis pujaannya untuk tampil. Cahaya itu
menghangatkan baru kali ini ia dinantikan seperti ini yang biasanya dibenci
masyarakat kota pengguna jalan siang hari melebihi pengguna motor yang berteduh
menunggunya untuk muncul kembali melawan gumpalan awan pembawa berkah itu.
sewaktu di puncak Bulusaraung |
Waktu habis, waktunya pulang karena ada kerjaan lain yang menanti. Ada yang mengusik perjalan ketika menuruni gunung itu sekumpulan orang yang membawah kantong sampah menuruni gunung. Bukan sampah mereka saja tapi sampah yang ada di atas sana. Ditambah beratnya yang dua kali lipat karena hujan yang membuatnya basah. Sungguh luar biasa. Sedikit yang ingin melakukannya. Terima kasih telah membuat tempat itu tetap terjaga keindahannya.
Setiap
orang pulang ke tempat ternyamannya. Membawa cerita yang akan dikisahkan untuk
kawan-kawan ataupun bagi penanya
Matahari
dan Gunung selalu mempunyai kesan dan cerita tersendiri bagi penikmatnya
CONVERSATION